Nelius Awaki (39), Musisi asal serui mengatakan pertama kali munculnya ide untuk mendirikan sanggar seni musik Oyandi Papua itu, karena terinspirasi dari beberapa musik yang didengarkannya, terutama hasil produksi grup musik Black Brothers yang aktif dan secara konsisten mengangkat budaya dan identitas orang dan tanah Papua secara keseluruhan, maka itulah saya bertekad mendirikan sanggar Seni Oyandi pada 21 April 2008 di Hamadi, Kota Jayapura.
“Dari masa kecil waktu SD di Nabire sampai SMP di Serui, saya sering dengar lagu black brothers dan mambesak sehingga saya berpikir suatu saat saya akan menciptakan lagu sendiri” katanya.
Nelius mengatakan selain untuk mempertahan bahasa dan budaya papua lewat musik tradisional, sanggar seni Oyandi ini juga didirikan untuk pendapatan ekonomi melalui hasil karya atau hak cipta musik Oyandi. Ia bersama beberapa rekan hanya mendirikan sanggar seni oyandi musik akustik, namun kini berkembangkan menjadi Oyandi Voice dan rekaman video.
“Dulu itu saya beranggapan bahwa hanya sebatas hobi untuk bermain musik, namun saya ketika makin mengerti ternyata ada manfaat ekonominya dari bermain musik, akhirnya saya menggerakan teman-teman untuk mendirikan Oyandi musik sampai sejauh ini sudah tiga bagian manajemen yang kami kelola” ujarnya.
Awaki juga menceritakan latar belakang pendidikan di Serui sampai melanjutkan kuliah di universitas cenderawasih Jayapura pada tahun 2002. ketika berhasil menyelesaikan SMA Negeri 1 Serui dan langsung melanjutkan kuliah di Fakultas ekonomi Universitas cenderawasih pada 2002 sampai lulus Tahun 2006.
“Kemudian saya lolos tes di Kabupaten Mamberamo dan bekerja sebagai PNS, dan memang background pendidikan di ekonomi tapi ada istilah mengatakan bekerja sambil berkarya” katanya.
Awaki mengatakan hasil Pekerjaannya sebagai PNS itulah yang menabung, kemudian pertama kalinya mendirikan sanggar seni musik Oyandi Papua di jayapura, sebagai perwujudan cita-cita pada masa kecilnya untuk menjaga dan mengembangkan Identitas budaya papua, maka setiap judul lagu yang diciptakan itu mengutamakan lagu bahasa daerah di papua.
“Saya bekerja dan kumpulkan uang untuk membeli alat musik, lalu pertama saya buka di hamadi. Lalu, kami tim kecil bekerja dan kembangkan sampai sekarang sudah banyak lagu yang kami ciptakan, dan semuanya itu wajib bahasa daerah Papua” ujarnya.
Nelius juga mengatakan Tantangan yang dihadapi musik Oyandi saat ini adalah tidak mempunyai ruang publik untuk anak-anak muda papua berdiri dengan alat-alat tradisionalnya diatas panggung untuk bernyanyi tentang lagu-lagu Papua dengan bahasa daerah.
“Kami juga menghadapi tantangan dari pihak-pihak berwajib karena selalu curigai pro Papua merdeka, padah kami bernyanyi pakai Bahasa daerah dan alat-alat musik kami sendiri. Dan dukungan dari pemerintah pun masih sangat minim, adapun mungkin dukungan ada terbatas sehingga yang ada hanya bikin kelompok masing-masing. belum menyatu secara menyeluruh seniman musik seantero Papua”katanya.
Ia berharap para seniman dan musisi Papua untuk terus bergerak dan berjuang masing-masing dengan berbagai jenis musik, namun tetap mengutamakan lagu bahasa daerah. Selain itu, Perkembangan musik papua dari jaman ke jaman sudah bagus, mulai dari Eranya black brothers terus turun ke Black papas, Black bross, blacklist coconut's band, black sweet, manyouri, mambesak, manggaruk masayori,kamasan biak, pasenoni dari jayawijaya, sampai ke kepala burung dan musik Papua akan terus berkembang. (*)