DPC-IPMNI Minta Panglima TNI dan Pangdam segera tarik Aparat Militer Indonesia di Nduga -->

Advertisement

DPC-IPMNI Minta Panglima TNI dan Pangdam segera tarik Aparat Militer Indonesia di Nduga

Suara Baliem Papua
Minggu, 14 April 2024

Doc. Puluhan Mahasiswa/i Asal Nduga saat membacakan pernyataan sikapnya.

Jayapura, Suarabaliempapua – Puluhan mahasiswa dari Dewan Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Nduga se-Indonesia atau DPC-IPMNI meminta Panglima TNI (Tentara Nasional Indonesia) segera menarik pasukan TNI di Kabupaten Nduga. 

Hal itu disampaikan DPC-IPMNI dengan membacakan pernyataan sikap di halaman Asrama Ninmin, Abepura, Jayapura, Papua pada Sabtu (13/4/2024) Kemarin.

DPC-IPMNI Kota studi Jayapura Harnamin Gwijangge mengatakan Aparat TNI-POLRI telah melakukan serangan pengeboman melalui udara pada 30 Maret 2024 sekitar pukul 04.00 WIT (subuh) terhadap Kampung Yuguru, Geselema, Mapenduma, dan Paro di Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pengunungan.

Gwijangge menjelaskan, Aparat Militer Indonesia menggunakan 20 helikopter, 2 jet tempur pemburu, dan melakukan pemantauan udara menggunakan 2 kamera drone.

"Tindakan itu dilakukan pada 30 Maret 2024 yang mengakibatkan salah satu warga sipil yang bernama Perina Lokbere tangan kanannya terputus. Dalam operasi itu beberapa kampung jadi sasaran, diantaranya kampung Yuguru, Geselema, Mapenduma, dan Paro,” kata Gwijangge.

Selanjutnya Dia mengatakan, Karena peristiwa itu, pihaknya meminta kepada Panglima TNI dan Pangdam Cenderawasih segera menarik pasukan organik maupun nonorganik yang beroperasi di wilayah Nduga. 

Gwijangge juga meminta pemerintah republik Indonesia dan Pemerintah Kabupaten Nduga segera bertindak tegas untuk menghentikan operasi militer melalui udara maupun darat yang dilakukan gabungan TNI-POLRI di Nduga.

Gwijangge meminta Pemerintah Kabupaten Nduga segera fasilitasi jurnalis nasional maupun internasional, supaya bisa menjangkau Kabupaten Nduga untuk mengambil data bukti bekas pengeboman yang dilakukan TNI pada 30 Maret 2024 itu.

“Kami meminta kepada TNI segera menghentikan serangan udara dan mencari jalan perang sesuai yang sudah tetapkan TPNPB sejak 2017 hingga sekarang, yakni dari Jalan Trans Papua hingga di batas Batu, itu adalah wilayah kawasan perang,” katanya.

Gwijangge menambahkan, akibat perang antara TNI/Polri dan TPNPB-OPM, masyarakat sipil menjadi korban dan mengungsi terus-menerus. Menurutnya, akibat konflik bersenjata antara aparat militer Indonesia dan TPNPB-OPM sejak 2018 hingga 2024, masyarakat Nduga yang mengungsi sebanyak 63.490 jiwa. Mereka meninggalkan kampung halamannya untuk mencari lokasi yang aman, bahkan sampai ke kabupaten lain seperti Kabupaten Lanny Jaya, Jayawijaya, Tolikara, Yahukimo, dan Pegunungan Bintang.

DPC-IPMNI juga menyinggung keselamatan pilot Kapten Phlips Marten. “Kami mahasiswa Nduga meminta Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Selandia Baru membuka diri bernegosiasi dengan TPNPB-OPM demi keselamatan pilot Kapten Phlips Marten,” katanya.

Harnamin Gwijangge mengatakan pihaknya siap membuka akses dan memberikan jaminan keamanan tim investigasi Hak Asasi Manusia atau HAM dan pekerja kemanusiaan lainnya, baik tingkat nasional maupun internasional untuk segera datang ke Kabupaten Nduga.

Dia juga mendesak TNI/Polri dan TPNPB-OPM segera menghentikan konflik bersenjata dan mendorong perundingan politik untuk mencari solusi penyelesaian akar persoalan konflik di Papua yang dimendiasi para pihak ketiga.

"TNI/Polri stop melakukan kekerasan intimindasi dan pembunuhan terhadap warga sipil Kabupaten Nduga," ungkapnya.

Adapun pernyataan sikap sebagai berikut:

1. Pada tanggal 30 Maret 2024 telah terjadi pengeboman melalui udara pada pukul 4.00 menggunakan 20 helikopter, 2 jet tempur pemburu, dan melakukan pemantauan udara menggunakan 2 kamera drone yang mengakibatkan salah satu warga sipil yang bernama Perina Lokbere tangan kanannya terputus. Dalam operasi itu beberapa kampung jadi sasaran, diantaranya kampung Yuguru, Geselema, Mapenduma, dan Paro.

2. Kami meminta kepada panglima TNI-POLRI dan Pangdam Cenderawasih segera tarik Aparat Militer organik maupun non organik yang sedang beroperasi di Nduga.

3. Kami meminta kepada pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kabupaten Nduga segera bertindak cepat hentikan operasi militer melalui udara dan darat, yang dibentuk oleh Jenderal Agus Subianto pada tanggal 28 Februari 2024.

4. Akibat dari perang antara TNI-POLRI dan TPNPB, Warga Sipil menjadi korban dan mengungsi terus-menerus meningkat.

5. Kami Mahasiswa/i Nduga akan membuka akses dan akan memberikan jaminan keamanan kepada tim investigasi HAM dan Pekerja Kemanusiaan Nasional maupun internasional ke kabupaten Nduga.

6. Kami Mahasiswa/i Nduga Meminta Kepada Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Selandia baru segera buka akses negosiasi dengan TPNPB demi keselamatan Pilot Philips Marten.

7. TNI-POLRI Stop Lakukan kekerasan dan Pembunuhan terhadap warga sipil di Nduga.

8. Kami Mendesak TNI-POLRI dan TPNPB segera hentikan gencatan senjata dan dorong perundingan politik untuk mencari solusi akar persoalan konflik di Papua yang dimediasi oleh pihak ketiga.

9. Kami meminta kepada TNI-POLRI yang bertugas di Kabupaten Nduga segera hentikan penangkapan liar dan penembakan terhadap warga sipil di Ndugama.

10. Kami meminta kepada TNI-POLRI dan TPNPB gunakan Medan perang yang sudah ditentukan bersama yaitu di jalan trans Papua sampai batas batu agar warga sipil tidak korban.

11. Kami meminta kepada pemerintah Nduga untuk fasilitasi jurnalis nasional dan internasional masuk ke kabupaten Nduga mengambil data-data dan bukti-bukti pengeboman.

12. Operasi Habema merupakan komando operasi gabungan (kopassus) yang mewakili format baru gabungan TNI-POLRI, yang dimaksud operasi Habema adalah Harus Berhasil Maksimal yang sedang melakukan operasi militer di Papua terlebih khusus Kabupaten Nduga.(*)