Jayapura, Suarabaliempapua – Rentetan kasus kematian di Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah, terus melibatkan masyarakat sipil, sehingga harus dilakukan penanganan lebih tegas agar tidak terjadi korban jiwa terus terjadi.
Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Puncak Papua Badan Pengurus Koordinasi Wilayah Bali dalam rilisnya, Senin (27/3/2023), meminta pemerintah pusat, DPRD, Komnas HAM, pemerintah daerah, hingga TNI dan Polri untuk bertanggung jawab atas pelanggaran HAM tersebut.
“Kontak tembak antara TNI dan OPM mengakibatkan masyarakat sipil jadi korban. Seharusnya masyarakat sipil dilindungi dan diberikan penegakan hukum,” ujar Ketua IPMAP Koordinator Wilayah Bali, Fredy Kolonial Kulla.
Tidak hanya jatuhnya korban jiwa, perselisihan antara TNI-POLRI dan OPM juga merusak fasilitas umum, seperti sekolah hingga mengganggu stabilitas perekonomian.
IPMAP-BPKW Bali secara rinci memaparkan rangkaian kasus di Kabupaten Puncak, antara lain penembakan lima orang warga sipil di Distrik Gome Utara, Kampung Yaiki-Maiki, pada tanggal 19-20 November 2022.
Selain itu, pada tanggal 6-8 Juni 2021 menewaskan empat orang warga sipil di Distrik Amukia, Desa Eromaga. Kemudian pada tanggal 22 Februari 2022 di Distrik Sinak, tujuh orang anak SD dituduh oleh TNI-Polri telah merampas senjata.
“Sejak tahun 2020-2023 dalam kurun waktu tiga tahun kejahatan TNI-POLRI terhadap masyarakat sipil di Kabupaten Puncak mencapai 11 orang ditembak dan meninggal dunia dan 17 orang lainnya mengalami luka berat. Seharusnya mereka bertugas mengayomi, melindungi, dan melayani masyarakat sipil,” jelasnya.
IPMAP-BPKW Bali berharap kasus HAM dan tindakan kriminal di Kabupaten Puncak tidak lagi terjadi yang disebabkan oleh aparat penegak hukum TNI-POLRI, sehingga masyarakat bisa beraktivitas dengan aman dan nyaman.
“Kami minta dengan tegas, Presiden Indonesia, TNI-POLRI, Komnas HAM, pemerintah daerah dan lembaga legislatif untuk menjadi payung hukum bagi rakyat,” jelasnya. (*)